Awal munculnya Islamisasi Ilmu Pengetahuan dipengaruhi dengan adanya bentrokan dan problem relasi antara Islam dan Sains. Perdebatan dan perbincangan hangat menjadi hubungan yang positif antara keduanya setelah sebelumnya negatif.
Isu tentang sains Islam merupaka perkembangan isu yang persolaannya berakar pada kontak antara Islam dan Barat pada awal abad XVII dalam dunia Islam. Pada waktu itu wacana yang dibangun adalah ketika penguasa Turki Utsmani berkesimpulan bahwa faktor kekalahan adalah sebab ketertinggalan dalam bidang teknologi militer.
Ketertinggalan tersebut itu disebut oleh Muzaffar Iqbal “catching up syndrome” (sindrom pengejaran ketertinggalan). Dalam ketertinggalan itu barulah muncul beberapa wacana dari para cendikiawan muslim untuk untuk mengadopsi sains-sains Barat dengan cara pandang (wordview) Islam yang murni. Meski cara pandang diatas merupakan bentuk terobosan baru dalam Islam, juga tidak sedikit yang tidak sependapat dengan wacana itu.
Selanjutnya, wacana yang menyentuh aspek sains secara lebih fundamental dengan cara adopsi dan akuisisi, dapat dilihat dalam pemikiran sains Islam yang sering juga dikenal dengan proyek Islamisasi Sains atau disebut Muzaffar Iqbal sebagai “Jaringan Baru” (new nexus) dalam relasi Islam dan sains.
Wacana Islamisasi sains tidak hanya sebagai kumpulan teori atau temuan yang diterapkan dalam teknologi serta metode-metodenya. Dan juga tidak menganggap sains hanya sebagai instrument yang netral menekankan pada temuan-temuan, juga tidak sekedar untuk membuktikan kebenaran wahyu. Akan tetapi wacana ini melihat bahwa sains menyentuh aspke-aspek fundamental. Dan juga tidak cenderung melihat sains barat sepenuhnya jelek sehingga harus ditolak.
Berikut di antara tokoh-tokoh cendikiawan muslim yang termuka dalam wacana Islamisai Sains;
1. Syed Mohammad Nuquib Al-Attas (l. 1931 di Bogor), beliau merupak pendiri International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan adanya wadah lembaga ini, Al-Attas dan beberapa dosen dan mahasiswa mengkaji dan meneliti pemikiran dan peradaban Islam sebagai respon dan kritik terhadap peradaban Barat. Di antara karyanya; Islam and Secularism, Islam and the Philosophy of Science, Prolegomena to the Metaphysics of Islam: An Exposition of the Fundamental Elements of the Worldview of Islam.
2. Ismail Raji Al-Faruqi (1921-1986), sebelum beliau pindah ke Amerika, ia perna bekerja menjadi pemerintah Inggris sebagai Gubernur. Ketika di Amerika ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard. Dan pendidikan doctor di University of Indiana dan di Al-Azhar University.
Selain kedua tokoh di atas, ada beberapa tokoh lain yang membawa wacana Islamisasi Sains, yaitu; Sayyed Hossain Nasr (l. 1933), Ziauddin Sardar (l. 1951), dan Mehdi Gholshani (l. 1940).