Berbicara tentang perempuan. Berbicara tentang
keindahan. Sebagai perhiasan yang penuh dengan sejuta pesona. Pembahasan
tentang perempuan tidak akan ditemukan kata ‘Bersambung’. Ia akan
selalu menjadi sorotan kaum adam. Dimana pun ia berada, ia akan
selalu menjadi target buruan kaum adam untuk dijadikan tulang rusuknya.
Disisi lain, perempuan merupakan bangunan yang
kokoh yang mencetak produk-produk kemanusiaan yang handal. Tak jarang kita
lihat, dibalik orang-orang besar dan tokoh-tokoh berpengaruh di Dunia, ada seorang
wanita dibelakangnya. Meski secara fisik ia lemah, tapi jiwa dan hatinya besar.
Meski secara tuturkata lembut, tapi ucapannya bisa menaklukkan “Raja” sekalipun.
Ibarat permata. Meski terbentuk dari partikel benda badat dari tanah, ia bisa menjadi
perhiasan yang indah dan dapat menghipnotis setiap mata orang yang memandangnya.
Pada zaman era teknologi sekarang, tidak bisa
pungkiri, jumlah perempuan di Dunia melonjak drastis. Populasi disetiap sektor
negara didominasi oleh kaum hawa. Mereka bukan hanya menghiasai dapur dengan
pekerjaan rumahnya. Bukan juga hanya menjadi sandaran banyinya ketika tidur.
Melainkan ia menjadi dua sosok sekaligus, menjadi ibu rumah tangga dan
menjadi tulak rusuk keluarga. Ia juga mengisi job kantor untuk mencari nafkah anak-anaknya. Tapi
hal itu, bukan menjadi halangan untuk menjalani rel kehidupan.
Dalam Islam, sosok itu tergambar dalam diri
istri baginda Nabi Muhammad saw., ialah Khadijah binti Khuwailid. Sesosok saudagar
kaya raya, berparas cantik, bernasab baik, dan berakhlaq mulia. Kesetiaannya
mendampingi Nabi, telah menjadi bukti historis dalam penyebaran ajaran Islam di
kota Mekkah saat itu. Meski usianya yang lebih tua dari Nabi, ia tetap bersikap
menjadi seorang istri idaman yang selalu setia menemaninya.
Maka tak heran, Nabi memilihnya sebagai istri pertamanya. Bukan seperti pemuda saat ini; paras cantik dan body yang seksi menjadi salah satu kreteria calon pasangannya. Tapi Nabi tidak. Beliau melihat ia adalah sosok wanita yang sabar, ikhlas, penuh percaya diri, dan dapat memberikan sport dalam menyebarkan dakwahnya. Sikap itulah kenapa Nabi memilih Khadijah sebagai istri pertama. Bukan yang lain!
Maka tak heran, Nabi memilihnya sebagai istri pertamanya. Bukan seperti pemuda saat ini; paras cantik dan body yang seksi menjadi salah satu kreteria calon pasangannya. Tapi Nabi tidak. Beliau melihat ia adalah sosok wanita yang sabar, ikhlas, penuh percaya diri, dan dapat memberikan sport dalam menyebarkan dakwahnya. Sikap itulah kenapa Nabi memilih Khadijah sebagai istri pertama. Bukan yang lain!
Begitu juga, bukan seperti kelompok kaum feminis yang mengaku bahwa semua hak dalam kehidupan harus disamaratakan antara laki-laki dan perempuan. Apa
yang menjadi hak laki-laki harus dimiliki oleh perempuan. Dalam Islam ada porsi
tersendiri dan batasan bagi keduanya yang terkadang manusia belum bisa mengerti
(ghairu al-ma’qul al-ma’na). Ada hikmah dibaliknya yang menjadi bekal
pahala bagi pemeluknya, ketika perempuan berada ‘dibelakang’ laki-laki.
Semisal, secara de pacto, perempuan
diciptakan dengan keindahan fisiknya. Oleh karena itu, dalam shalat perempuan
tidak boleh menjadi imam shalat bagi laki-laki. Sebab akan menjadikan hilangnya
konsentrasi (khusus’) bagi laki-laki ketika sholat. Sedangkan dalam pernikahan,
perempuan tidak boleh menjadi wali dalam akad nikah (Ijab-qabul). Sebab
dalam penyerahan calon pengantin, seorang perempuan memiliki emosional yang
tinggi. Sehingga sifat ragu-ragu, tidak pasrah, merasa kasihan, dan lain
sebagainya akan selalu menyelimuti mereka. Berbeda dengan kaum adam. Secara
watak (tabiat), laki-laki memang diberi kelembihan tersendiri dalam
sikap emosional.
Hal itu semua, tidak berlaku dalam ranah
spiritual. Al-Quran telah menegaskan bahwa orang yang bertaqwa tidak melihat
jenis kelamin (QS. Al-Hujarat [49]: 13). Orang yang berhak berada disurga-Nya
adalah orang yang memiliki totalitas penuh dalam beribadah. Ibadah yang
dimaksukdan adalah bukan hanya ibadah shalat saja dan beberapa kegiatan
spiritual lainnya. Berkarir juga termasuk dalam ibadah, apabila tujuan dan
niatnya adalah untuk mendapat ridha-Nya.
Khadijah Wanita Idaman
Khadijah adalah istri pertama yang sangat
dicintai oleh Nabi. Ini terungkap dari ungkapan istri Nabi, ‘Aisyah r.a., “Aku
tidak cemburu dengan istri-istri nabi, dan aku tidak cemburu pada Khadijah. Akan
tetapi Nabi selalu menyebut namanya (disetiap saat). Terkadang Nabi menyembeleh
seekor kambing (untuknya), lalu menaruhnya di shada’iq (kamar)nya. Saat itu aku
bekata pada Nabi, “Apakah tidak ada wanita lain (yang paling istimewah) di
dunia ini kecuali Khadijah?”., Nabi menjawab, “Sesungguhnya ia (Khadijah) telah
setia menemaniku dan berbuat banyak untukku. Dan aku telah memiliki anak
darinya.” (HR. Bukhari)
Bagaimana mungkin Nabi Muhammad saw. tidak mencintai Khadijah?, sedangkan Nabi selama menjalani kehidupan dengan membawa beban sebagai utusan Allah, Khadijah selalu berada disampingnya dan menemani baginda Nabi Muhammad saw. disetiap saat. Ini terbukti dari pengakuan Nabi Muhammad saw. sendiri, “Aku ditakdirkan untuk mencintainya (Khadijah)”. (HR. Muslim).
Kecintaan itu tergambar dalam bahtera
kehidupan keduanya. Bagaimana tidak?, Khadijah dengan kekeyaannya yang melimpah
menikah dengan sesosok manusia yang memiliki finansial yang minim. Ia rela harga
dirinya dihina oleh orang-orang Quraisy saat itu. Sebab pada waktu itu, seorang
perempuan yang ingin menikah harus sepadan (kafaah) dengan calon
suaiminya. Tapi itu tidak menjadi halangan baginya untuk mencintai dan menikahi
Nabi. Ia rela meninggalkan kekayaannya untuk berjuang bersama dengan Nabi dalam
menjalani kehidupan yang diridhoi oleh Allah. Cinta adalah segala-galanya!.
Konon, pertemuan pertama Nabi Muhammad
saw. dengan Khadijah, ketika Khadijah mendengar bahwa salah satu pedagangnya
adalah orang yang jujur, bertanggung jawab, memegang amanah, dan memilik akhlaq
yang mulia. lalu Khadijah memanggil nabi dan memerintahkan untuk membawa barang
dagangan ke Syam (Syiria) ditemani oleh Maisarah. Setelah kembalinya dari Syam untuk menyerahkan keuntungan dagangannya,
Maisarah menceritakan kisah selama perjalannya bersama Nabi. Ia melihat Muhammad
adalah sosok yang istimewah. Memiliki akhlaq yang mulia. dan dapat dipercaya (amin).
Khadijah dan Wanita Masa Kini
Berbicara wanita pada zaman sekarang,
terlintas dalam benak kita, wanita yang matrealistis, wanita yang lebih
mementingkan karir dari pada keluarga, dan wanita yang hidup dengan perhiasan
dan baju-baju trend yang mengikuti zaman. Pandangan ini setidaknya bisa
kita lihat dibeberapa media, baik media teletivi, media cetak, dan media
sosial. Berjuta foto ala gaya zaman now, selfi disetiap saat, baik
yang muda sampai dengan dewasa, terpajang dilayar-layar handphone kita.
Dari pandangan hidup era melenium saat ini,
wanita juga tidak mau berdiam diri dirumah. Ia harus memiliki karir yang
tinggi, penghasilan yang banyak, mempunyai suami yang kaya raya, dan lain
sebagainya. Karena naiknya bahan pokok dan kebutuhan yang semakin hari semakin
bertambah. Seperti; perwatan wajah, pergi ke salon, shoping, dan lain sebagainya.
Memang, wanita bukan hanya sesosok yang harus
menjaga rumah saja. Akan tetapi, pola pikir tentang kehidupan matrealistis di
zaman sekarang ini malah menjadi proglem. Proglemnya adalah ketika mereka
berusaha untuk mencapainya dengan menggunakan berbagai cara yang terkadang
keluar dari norma dan moral.
Coba kita lihat, efek dari pandangan itu. Ia
rela martabat dan kehormatannya hilang demi sebuah ‘kertas’ yang bernilai
secara materi, tapi tidak bernilai secara moral. Buya Hamka dalam bukunya Dari
Hati Ke Hati, “Perempuan saat ini berlomba-lomba merebut kehidupan
matrealis. Alat-alat penghias diri, alat-alat kecantikan lebih mahal. Kemudian
muncullah lomba kecantikan, memperagakan diri, lomba ratu-ratuan. Perempuan
muda yang cantik tampil kemuka mendedahkan (memamerkan) dada, pinggul, dan
pahanya, ditonton bersama dan diputuskan oleh juri siapa yang lebih cantik lalu
diberi hadiah."
Setidaknya begitulah potret suram wanita saat
ini. Tapi bukan hal yang gak mungkin. Ada beberapa wanita yang masih bisa
menjaga kehormatan dan tidak tertipu dengan kenikmatan Dunia. Anggap saja
“Khadijah” masa kini.
Coba kita flash back pada masa 50 tahun
lalu. Wanita masa itu terlihat jelas disekitar kita. Ibu, nenek, buk lek,
dan selainnya yang lahir pada waktu itu, terkadang berkisah dan berbagi
kehidupan mereka pada waktu itu. Tak jarang mereka berkata, “Kalo dulu nak, ibu
gak berani keluar malam. Takut dipukulin sama nenek”. Atau “Dulu nak,
ibu sama nenek jualan sambil berjalan keliling kota”. Dan sebagainya.
Dari secercah kisah yang penuh makna itu, bisa
kita lihat mereka dengan tulus dan usaha yang ikhlas untuk mendapatkan
kebutuhan hidupnya. Rasa keluh dan resah bukan menjadi tempat aduan penyesalan.
Mereka melihat dibalik itu ada berkah yang tersimpan di dalamnya, maka tak
heran kadang mereka berkata, “Dulu kakek sama nenek susah nak. Tapi sekarang
ibumu sudah sukses. Bisa menyekolahkan anak-anaknya. Beda sama kakek dan nenek
dulu. Tamat SMP aja susah!”.
Perjuangan wanita masa dulu menjadi bukti
bahwa pendidikan moral adalah tempat untuk menjadikan wanita sebagai pendidik
pertama bagi anaknya. RA Kartini contonya, seorang tokoh yang menjadi
inspriator para wanita, dalam suratnya kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober
1902, menulis, “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan
anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan
itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin
akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap
melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam
tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
Senada dengan pepatah ulama, “Ibu adalah
tempat pendidikan pertama (madrasah ula)”. Sebab keutamaan seorang wanita
adalah mencetak generasi-generasi selanjutnya. Ibarat taman. Jika ia selalu
disiram maka apa yang dihasilkan akan terlihat indah dan rindang. Dan
sebaliknya, bila tidak disiram. Maka akan layu dan akan mati.
Semua itu, bisa saya simpulkan ada dalam diri
Khadijah, istri Nabi Muhammad saw. Rasa tulus, ikhlas, berakhlaq mulia dan juga
berjuang bersama Nabi demi terciptanya umat/generasi yang bermoral dimasa depan
yang adalah bukti sesosok wanita yang istimewah.
Jangan sampai kita mengharap wanita-wanita
yang berkualitas, namun lupa terhadap dirinya sebagai pencetak generasi muda.
Lupa pada dirinya, sehingga dengan segala cara ia relakan dirinya demi sebuah
‘kertas’ tanpa nilai moral didalamnya. Jangan harap ‘Khadijah-Khadijah’ masa
kini muncul, namun mereka tetap tidak peduli dengan perjuangan yang didasari
dengan rasa tulus, ikhlas, dan akhlaq yang mulia.